Sabtu, 14 November 2015

makalah Murji'ah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pada mulanya kaum Murji’ah ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khalifah yang membawa perpecahan dikalangan umat Islam setelahUsman bin Affan mati terbunuh. Munculnya permasalahan ini perlahan-lahan menjadi permasalahan tentang ketuhanan. Oleh karena itu, akan membahas tentang Murji’ah dan perkembangan pemikirannya dalam mewarnai pemahamanketuhanan dalam Agama Islam.
1.2  Perumusan Masalah
1.      Bagaimana asal-usul kemunculan Murji’ah?
2.      Apa pokok ajaran Murji’ah?
3.      Bagaimana sekte-sekte yang ada di aliran Murji’ah?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui asal-usul kemunculan aliran Murji’ah
2.      Mengetahui pokokpokok ajaran aliran Murji’ah
3.      Mengetahui sekte yang ada di aliran Murji’ah



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Munculnya Aliran Murji’ah
Murji’ah berasal dari kata al-irja atau arja’a. Arja’a yang berarti meng-harap. Karena keterlaluan mengharap, mereka tidak segan melakukan apa saja. Hal itu disebabkan karena mereka mempunyai harapan untuk diampuni dan dimaafkan oleh Allah.
Al-irja berarti penangguhan. Artinya menangguhkan kasus seseorang yang melakukan dosa besar hingga hari kiamat. Contoh orang-orang disini ialah Ali dan Muawiyah beserta pasukannya masing-masing.
Ada 2 permasalahan munculnya aliran Murji’ah, yaitu:
1.      Permasalahan Politik
Ketika terjadi pertikaian antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi 2 kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali yakni Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur’an, dengan pengertian, tidak ber-tahkim dengan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim adalah dosa besar, dan pelakunya dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar yang lain.
Seperti yang telah disebutkan di atas Kaum khawarij, pada mulanya adalah penyokong Ali bin Abi thalib tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena ada perlawanan ini, pendukung-pendukung yang tetap setia pada Ali bin Abi Thalib bertambah keras dan kuat membelanya dan akhirnya mereka merupakan golongan lain dalam islam yang dikenal dengan nama Syi’ah.
Dalam suasana pertentangan inilah, timbul suatu golongan baru yang ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang bertentangan ini. Bagi mereka sahabat-sahabat yang bertentangan ini merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu mereka tidak mengeluarkan pendapat siapa sebenarnya yang salah, dan lebih baik menunda (arja’a) yang berarti penyelesaian persoalan ini di hari perhitungan di depan Tuhan.
Gagasan irja’ atau arja yang dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sekatrianisme.
2.      Permasalahan Ke-Tuhanan
Dari permasalahan politik, mereka kaum Mur’jiah pindah kepada permasalahan ketuhanan (teologi) yaitu persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum khawarij, mau tidak mau menjadi perhatian dan pembahasan pula bagi mereka. Kalau kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang membuat dosa besar, kaum Murji’ahmenjatuhkan hukum mukmin.
Pendapat penjatuhan hukum kafir pada orang yang melakukan dosa besar oleh kaum Khawarij ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Mur’jiah yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
Aliran Murji’ah menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih di anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosar besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang  tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.
Dinamakan Murji’ah karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang Mukmin yang berdosa besar dan belum bertaubat sampai matinya, orang itu belum dapat dihukum sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan kepada Allah SWT. di hari akhir nanti.
2.2  Pokok-pokok Ajaran Murji’ah
Murjiah muncul dengan pendapatnya bahwa dosa tidak merusak keimanan, sebagaimana ketaatan tidak memberi manfaat bagi orang yang kafir.
Aliran Murji’ah membahas tentang batasan pengertian “Iman”.
Menurut Ahlus Sunnah bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur, yaitu membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan menyertainya dengan amal perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Sedangkan kebanyakan golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman ialah hanya membenarkan dengan hati saja. Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah Mukmin dan Muslim, sekalipun lahirnya menyerupai orang Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan dua kalimat syahadat. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan, itu bukan bagian dari iman.
Kemudian sebagian dari golongan Murji’ah berpendapat bahwa iman itu terdiri dari dua unsur, yaitu membenarkan dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan dengan hati saja tidak cukup, dan mengikrarkan dengan lisan saja pun tidak cukup, tetapi harus dengan bersama kedua-duanya, supaya seseorang menjadi mukmin. Karena orang yang membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan tidak dinamakan mukmin.
Gassan al-Kufi (tokoh Murji’ah) beranggapan bahwa “iman adalah mengenal Allah dan Rasul-Nya, serta mengakui apa-apa yang telah diturunkan Allah, dan yang dibawa oleh Rasul-Nya. Karenanya, iman itu tidak dapat bertambah atau berkurang”.
Secara umum kelompok Murji’ah menyusun teori-teori keagamaan yang independen, sebagai dasar gerakannya, yang intisarinya sebagai berikut
1.      Iman adalah cukup dengan mengakui dan percaya kepada Allah dan Rasulnya saja. Adapun amal atau perbuatan, tidak merupakan sesuatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap sebagai mukmin walaupun ia meninggalkan apa yang difardhukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.Dasar keselamatan adalah iman semata-mata. Selama masih ada iman dihati, maka setiap maksiat tidak akan mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas diri seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia hanya cukup dengan menjauhkan diri syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
2.      Dengan kata lain, kelompok Murji’ah memandang bahwa perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian bahwa, hanyalah imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya seseorang; perbuatan-perbuatan tidak memiliki pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya dalam hati seseorang dan tidak diketahui manusia lain; selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak menggambarkan apa yang ada dalam hatinya. Oleh karena itu ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan seseorang tidak mesti mengandung arti bahwa ia tidak memiliki iman. Yang penting ialah iman yang ada dalam hati. Dengan demikian ucapan dan perbuatan- perbuatan tidak merusak iman seseorang .
Harun Nasution menyebutkan ada empat ajaran pokok dalam doktrin teologi Murji’ah yaitu:
1.      Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, Amr bin  Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2.      Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3.      Menyerahkan meletakkan iman dari pada amal.
4.      Memberikan pengaharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sedangkan doktrin pemikiran Murji’ah yang lain, seperti batasan kufur, para pengikut Murji’ah terpecah menjadi beberapa golongan. Secara garis besar pemikiran dapat dijelaskan menurut kelompok Jahamiyah: bahwa kufur merupakan sesuatu hal yang berkenaan dengan hati, dimana hati tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT.
Pada golongan yang lainnya, menyatakan bahwa kufur itu merupakan banyak hal yang berkenaan dengan hati ataupun selainnya, misalnya tidak mengenal (jahl) terhadap Allah SWT, membenci dan sombong kepadanya, mendustakan Allah dan rasul-Nya sepenuh hati dan secara lisan, begitu pula membangkang terhadap-Nya, mengingkari-Nya, melawan-Nya, menyepelekan Allah dan dan rasulnya, tidak mengakui Allah itu Esa dan menganggap-Nya lebih dari satu.
Karena itu mereka pun menganggap bisa saja terjadi kekufuran tersebut, baik dengan hati maupun lisan, tetapi bukan dengan perbuatan, dan begitupun dengan iman.Mereka beranggapan bahwa seseorang yang membunuh ataupun menyakiti Nabi dengan tidak karena mengingkarinya, tetapi hanya karena membunuh ataupun menyakiti semata, niscaya dia tidaklah disebut kufur. Tetapi, kalau seseorang mengahalalkan sesuatu yang diharamkan Allah, rasul-Nya dan juga orang-orang muslim, niscaya diapun disebut kufur.
2.3  Sekte-sekte Murji’ah
Al-Syahrastani membagi kelompok-kelompok Murji’ah yang dikutip watt. Farly islam hal (181) yaitu sebagai berikut:
1.      Murji’ah Khawarij
Murji’ah Khawarij adalah kelompok yang tidak mempermasalahkan pelaku dosa besar.
2.      Murji’ah qadariyah
Murji’ah qadariyah adalah orang-orang yang dipimpin oleh Ghilan Ad-Damsyiki sebutan mereka Al-Ghilaniah.
3.      Murji’ah jabariyah
Murji’ah jabbariyah adalah jahmiyyah (para pengikut Jahm Ibn Shafwan), mereka hanya mencukupkan diri dengan keyakinan dalam hati sajadan menurut mereka maksiat itu tidak berpengaruh pada iman dan bahwasannya ikrar dengan lisan dan amal bukan dari iman.
4.      Murji’ah murni
Murji’ah murni adalah kelompok yang oleh para ualama diperselisihkan jumlahnya.
5.      Murji’ah sunni
Murj’ah sunni adalah para pengikut Hanafi  termasuk didalamnya adalah Abu Hanifah dan gurunya Hammad Ibn Abi Sulaiman juga orang orang yang mengikuti mereka dari golongan Murji’ah kufah dan yang lainnya. Mereka ini adalah orang-orang yang mengakhirkan amal dari hakekat iman.
Sementara itu, Harun Nasution membagi dalam 2 sekte yaitu :
1)      Golongan moderat
Murjiah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir tidak pula kekal di dalam neraka, mereka di siksa sebesar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-Nya, serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun dalam garis besar , iman adalah dalam hal ini tidak bertambah dan berkurang,tokohnya adalah : Al Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Tholib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist.
2)      Golongan ekstrim
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
a.       Al-Jahmiyyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b.      Shalihiyyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
c.       Yunusiyyah dan Ubaidiyyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
d.      Hasaniyyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir.
Pendapat-pendapat ekstrim seperti diuraikan di atas menimbulkan pengertian bahwa hanya imanlah yang penting dan menentukan mukmin atau tidaknya mukminnya seseorang. Perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini. Karena yang penting ialah iman dalam hati, ucapan dan perbuatan tidak merusak iman.









BAB III
PENUTUP
3.1  KESIMPULAN
Dari beberapa pendapat yang telah disampaikan diatas bahwa aliran Murji’ah yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek iman dan kemudian amal. Jika seseorang masih beriman, berarti dia tetap mukmin, bukan kafir walaupun ia melakukan dosa besar. Adapun hukuman bagi dosa besar itu terserah kepada Tuhan, akan diampuni atau tidak. Dan dikatakan Murji’ah karena ada sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan politik yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah.
3.2  SARAN
Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap Islam. Dengan demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran teologi tersebut, yaitu mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ubahnya pula dengan kebebasan tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar menjumpai dalamIslam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan rohaninya.


















DAFTAR PUSTAKA

ü  Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa           Perbandingan.Jakarta: UI Press
ü  Nurdin, M.Amin. 2012. Sejarah Pemikiran Islam. Jakarta: Teruna Grafika
ü  Rozak, Abdul. 2001. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar